Oleh: Muhammad Abduh Negara
Tulisan ini akan membahas secara ringkas hukum terlibat dalam parlemen yang tidak menerapkan hukum Islam, boleh atau tidak. Tulisan ini merujuk pada kitab “Al-Intikhabat wa Ahkamuha Fi Al-Fiqh Al-Islami”, karya Fahd bin Shalih Al-‘Ajlan. Kitab ini awalnya adalah tesis magister di Universitas Malik Su’ud, di Riyadh, Saudi Arabia.
Dan kita akan melihat dari dua sisi, sisi yang disepakati oleh para ulama, dan yang mereka perselisihkan.
A. Sisi yang Disepakati
Adanya parlemen dan lembaga-lembaga negara yang tidak menerapkan dan menjalankan hukum Syariah, haram hukumnya. Dan ini adalah kemungkaran besar, karena berakibat meniadakan Syariah Islam.
B. Sisi yang Diperselisihkan
Bolehkah masuk dan terlibat dalam parlemen yang tidak menerapkan hukum Syariah ini? Ulama kontemporer berbeda pendapat:
1. Boleh hukumnya, jika tujuannya adalah memperjuangkan diterapkannya Syariah Islam.
2. Tidak boleh, meskipun tujuannya adalah mengubah (taghyir dan ishlah) hukum menjadi Syariah.
Ada banyak dalil yang dikemukakan oleh masing-masing pihak, yang secara garis besar melihat pada aspek maslahat dan mafsadat. Pihak yang membolehkan, menyatakan maslahat terlibat dalam parlemen lebih besar dari mafsadatnya. Sedangkan pihak yang melarang, menyatakan mafsadatnya lebih besar dari maslahatnya.
Penulis kitab menyatakan yang rajih adalah berpegang pada hukum asal, yaitu haramnya terlibat dalam parlemen yang menerapkan hukum selain hukum Islam ini. Dan tidak boleh dialihkan ke hukum “jawaz/boleh”, kecuali jika maslahatnya memang benar-benar terbukti lebih besar dari mafsadatnya. Dan hal ini, tak boleh dimutlakkan untuk setiap waktu dan tempat. Tapi harus melihat situasi dan kondisi setiap tempat.
Abu Furqan Al-Banjari
Latest posts by Abu Furqan Al-Banjari (see all)
- Hukum Peringatan Hari Kelahiran Nabi yang Mulia - 1 November 2019
- Bolehkah Mengikuti Selain Madzhab yang Empat? - 1 Oktober 2019
- “Menyelisihi” Ulama Terdahulu, Belum Tentu Penyimpangan Beragama - 9 September 2019
Leave a Reply