Oleh: Abu Furqan Al-Banjari
Shilaturrahim terdiri dari dua kata, shilah (صلة) dan ar-rahim (الرحم). Shilah artinya menyambung, menggabung atau mengumpulkan, sedangkan ar-rahim secara umum artinya adalah kerabat.
Tidak ada khilaf di antara ulama bahwa shilaturrahim hukumnya wajib secara global, dan memutusnya merupakan kemaksiatan besar.
Namun para ulama berbeda pendapat tentang siapa ar-rahim yang wajib disambung hubungannya. Ada yang menyatakan ar-rahim adalah mahram. Bagi yang berpendapat seperti ini, maka sepupu tidak termasuk.
Ada juga yang berpendapat bahwa ar-rahim adalah setiap dzawil arham dalam hukum waris, baik ia mahram ataupun bukan.
Hukum shilaturrahim inipun bertingkat menurut para fuqaha, sesuai tingkat kekerabatan seseorang.
Beberapa hal yang bisa merealisasikan shilaturrahim ini misalnya adalah mengunjungi mereka, menolong mereka, memenuhi kebutuhan mereka, dan memberi salam kepada mereka.
Sumber:
al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, pembahasan “irts”, “arham”, dan “shilah”.
Catatan tambahan:
Jadi, shilaturrahmi dalam makna syar’i adalah menyambung hubungan dengan kerabat, dan para fuqaha berbeda pendapat tentang siapa kerabat yang wajib disambung hubungan dengannya.
Tidak termasuk shilaturrahmi berkunjung ke teman, guru, ulama, atau tokoh masyarakat yang ia tak memiliki hubungan kerabat dengan kita.
Abu Furqan Al-Banjari
Latest posts by Abu Furqan Al-Banjari (see all)
- Hukum Peringatan Hari Kelahiran Nabi yang Mulia - 1 November 2019
- Bolehkah Mengikuti Selain Madzhab yang Empat? - 1 Oktober 2019
- “Menyelisihi” Ulama Terdahulu, Belum Tentu Penyimpangan Beragama - 9 September 2019
Leave a Reply